Friday, April 27, 2018

Cernak Lampung Post: Sepeda Ontel Tio-Lish Adnan

Assalamu'alaikum

Saya kembali akan berbagi cernak. Cernak yang kali ini dimuat di Lampung Post. Saya mengirim naskahnya pada tanggal 20 September 2016 dan dimuat pada edisi 25 September 2016. 
Pertama kali dimuat di Lampung Post itu rasanya seneeeng banget. Alhamdulillah bisa nembus media yang satu ini. 
Judul cernak ini Sepeda Ontel Tio. Cernak yang terinspirasi setelah melihat sebuah gambar sepeda. Ya, kadang sebuah gambar memang bisa memunculkan ide. Cring!!

Yuk, langsung saja simak ceritanya! 


Sepeda Ontel Tio
Oleh Lish Adnan 
Cernak Lampost: Sepeda Ontel Tio oleh Lish Adnan

Sepulang sekolah, Tio terlihat murung. Dia tak seperti biasanya. Ibu yang melihat bertanya, “Kamu kenapa? Kok, kelihatan ndak semangat?”
Tio menghela nafas. Dia menatap ke arah sepeda ontel yang selalu dipakainya ke sekolah. Sepeda ontel pemberian Kakek. Ibu menangkap arah mata Tio.
“Ada apa dengan sepedanya?” Ibu bertanya lagi. Tio hanya menggelengkan kepala.
“Bannya kempes?” Ibu mencoba menebak. Lagi-lagi Tio menggeleng.
“Bannya bocor?” Ibu mengira lagi. Tio membalas semua pertanyaan Ibu dengan gelengan kepala.
“Terus kenapa? Cerita dong sama Ibu,” pinta Ibu. Ibu duduk mendekat disamping Tio. Berharap Tio mau mencurahkan isi htinya.
“Sebenarnya, Tio malu, Bu. Tio malu diledek sama teman-teman soal sepeda ontel itu. Katanya sepeda Tio itu jadul (jaman dulu), ndak keren,” cerita Tio. Ibu mengelus kepala anaknya.
“Tio ingin sepeda baru, Bu,” ujar Tio lirih.
Ibu tak langsung mengiyakan keinginan Tio. Beliau ingin meminta pendapat Bapak terlebih dulu. Meski Ibu tahu, Bapak tak mungkin mengizinkannya.
⃰ ⃰ ⃰
Tio jongkok menghadap sepedanya. Dia tengah berusaha memasangkan rantai yang terlepas dari tempatnya. Faiz, teman sekelasnya menghampiri Tio.
“Kenapa dengan sepedamu, Tio?” tanya Faiz.
“Ini, Iz, rantai sepedaku lepas,” jawab Tio sambil masih berusaha memasngkan rantai sepedanya.
Faiz yang saat itu masih duduk di atas sepedanya, turun. Dia melihat lebih dekat. Disaat itu, Zidan datang.
“Sepeda jadul dipakai. Sepeda jadul itu harusnya disimpan di museum!” ledek Zidan. Tio yang mendengar ledekan Zidan hanya terdiam.
“Eh, jangan gitu! Udah Tio, tidak usah di dengarkan,” bela Faiz.
Zidan terus saja tertawa dan meledek sepeda Tio dengan sebutan sepeda jadul. Dia lalu pergi dengan sepeda baru miliknya. Sepeda Zidan memang terlihat keren. Tak seperti sepeda milik Tio yang terlihat lawas. Ya, sepeda ontel milik Tio memang keluaran lama. Sepeda itu Kakek miliki sejak masih kecil. Tentu sudah puluhan tahun umurnya. Lebih tua dari umur Tio.
Hari ini mau tak mau Tio harus pulang jalan kaki dari sekolahnya sambil menuntun sepedanya. Tak ada bengkel dekat sekolahnya. Lagi pula Bapak bisa membetulkannya.
Di rumah, Tio terus menekuk wajahnya. Bapak yang melihatnya bertanya. Tio memberanikan diri meminta sepeda baru pada Bapak. Tapi Bapak beralasan tak punya uang. Tio menyarankan agar sepeda ontel miliknya dijual dan uangnya untuk membeli sepeda baru.
“Maafkan Bapak, Tio. Sepeda ontel itu tak akan pernah bisa Bapak jual,” ujar Bapak. Mata Bapak menerawang jauh ke depan. Bapak menjelaskan kisah dibalik sepeda ontel Kakek.
⃰ ⃰ ⃰
Siang sepulang sekolah, gantian Zidan yang memandangi sepedanya di parkiran. Mukanya terlihat panik. Beberapa temannya mengelilingi Zidan.
Tio dan Faiz yang akan pulang berhenti. Mereka turun dari sepedanya dan melihat apa yang terjadi. Rupanya ban sepeda Zidan bocor.
Tio menawarkan diri mengantar Zidan pulang. Kebetulan rumah mereka searah. Dan sepeda ontel milik Tio ada boncengannya. Tak seperti sepeda milik teman-temannya yang lain.
“Tio, apa kamu yakin bisa? Sepeda kamu, kan, besar!” kata Faiz.
“Iya, bisa. Aku sudah pernah, kok, boncengin sepupuku dulu pas liburan,” balas Tio mantap.
Awalnya Zidan sedikit ragu, tapi akhirnya dia mau membonceng Tio. Sementara sepeda milik Zidan dititipkan di Pak Kebon sekolahnya.
Diperjalanan, Zidan dan Tio merasa canggung. Maklum, mereka tak begitu akrab. Tapi, tak berapa lama kemudian, Tio berhasil mencairkan suasana lewat cerita sepeda ontelnya. Ya, kisah dibalik sepeda ontel miliknya yang kemarin diceritakan Bapak.
Sepeda ontel milik Kakek sangat berjasa untuk Bapak. Berkat sepeda ontel itu, Bapak tetap semangat melanjutkan sekolah. Bapak menggunakan sepeda itu untuk berangkat ke sekolahnya. Di saat teman-temannya yang lain banyak yang putus sekolah karena jarak sekolah terlalu jauh.
Sepeda ontel itu menyimpan banyak kenangn antara Bapak dan Kakek. Bapak sering ke sawah dibonceng Kakek dengan sepeda ontel itu. Kakek selalu menceritakan kisah-kisah perjuangan yang membuat bapak tetap semangat.
“Kata Bapakku, sepeda ontel ini menyimpan banyak kenangan dan bisa membuat Bapak semangat saat melihatnya,” cerita Tio.
“Satu lagi. Bukan terlihat bagus atau tidaknya sepeda, tapi yang penting fungsinya, “ tambah Tio menirukan kata-kata Bapak. Penjelasan Bapak kemarin membuat Tio tak malu lagi dengan sepeda ontelnya.
“Benar juga kata Bapakmu. Buktinya sepedaku. Terlihat bagus, tapi sekarang tidak bisa dipakai! Maaf ya, Tio, kemarin sudah mengejek sepedamu,” ucap Zidan.
Tak terasa mereka sudah sampai di depan rumah Zidan. Tio senang bisa membantu. Zidan sangat berterima kasih pada Tio. Kalau tak ada Tio, dia mungkin harus berjalan kaki sampai rumah.
Tio segera melanjutkan perjalannannya ke rumah. Hari ini kau sudah menciptakan kenangan baru, sepeda ontel. Terima kasih, Kakek. Batin Tio.
Tio teringat dengan wajah kakeknya yang kini sudah tiada. Bagi Tio dan Bapak, sepeda ontel pemberian Kakek itu sangat berjasa.
⃰ ⃰ ⃰ 

Cernak di atas adalah naskah asli yang saya kirim ke redaksi Lampost. 

Terinspirasi boleh, tapi memplagiat jangan.

No comments:

Post a Comment