Assalamu'alaikum
Saya kembali akan berbagi cernak. Cernak yang kali ini dimuat di Lampung Post. Saya mengirim naskahnya pada tanggal 20 September 2016 dan dimuat pada edisi 25 September 2016.
Pertama kali dimuat di Lampung Post itu rasanya seneeeng banget. Alhamdulillah bisa nembus media yang satu ini.
Judul cernak ini Sepeda Ontel Tio. Cernak yang terinspirasi setelah melihat sebuah gambar sepeda. Ya, kadang sebuah gambar memang bisa memunculkan ide. Cring!!
Yuk, langsung saja simak ceritanya!
Sepeda Ontel Tio
Oleh
Lish Adnan
Cernak Lampost: Sepeda Ontel Tio oleh Lish Adnan |
Sepulang
sekolah, Tio terlihat murung. Dia tak seperti biasanya. Ibu yang melihat
bertanya, “Kamu kenapa? Kok, kelihatan ndak
semangat?”
Tio
menghela nafas. Dia menatap ke arah sepeda ontel yang selalu dipakainya ke sekolah.
Sepeda ontel pemberian Kakek. Ibu menangkap arah mata Tio.
“Ada
apa dengan sepedanya?” Ibu bertanya lagi. Tio hanya menggelengkan kepala.
“Bannya
kempes?” Ibu mencoba menebak. Lagi-lagi Tio menggeleng.
“Bannya
bocor?” Ibu mengira lagi. Tio membalas semua pertanyaan Ibu dengan gelengan
kepala.
“Terus
kenapa? Cerita dong sama Ibu,” pinta Ibu. Ibu duduk mendekat disamping Tio.
Berharap Tio mau mencurahkan isi htinya.
“Sebenarnya,
Tio malu, Bu. Tio malu diledek sama teman-teman soal sepeda ontel itu. Katanya
sepeda Tio itu jadul (jaman dulu), ndak
keren,” cerita Tio. Ibu mengelus kepala anaknya.
“Tio
ingin sepeda baru, Bu,” ujar Tio lirih.
Ibu
tak langsung mengiyakan keinginan Tio. Beliau ingin meminta pendapat Bapak
terlebih dulu. Meski Ibu tahu, Bapak tak mungkin mengizinkannya.
⃰ ⃰
⃰
Tio
jongkok menghadap sepedanya. Dia tengah berusaha memasangkan rantai yang
terlepas dari tempatnya. Faiz, teman sekelasnya menghampiri Tio.
“Kenapa
dengan sepedamu, Tio?” tanya Faiz.
“Ini,
Iz, rantai sepedaku lepas,” jawab Tio sambil masih berusaha memasngkan rantai
sepedanya.
Faiz
yang saat itu masih duduk di atas sepedanya, turun. Dia melihat lebih dekat.
Disaat itu, Zidan datang.
“Sepeda
jadul dipakai. Sepeda jadul itu harusnya disimpan di museum!” ledek Zidan. Tio
yang mendengar ledekan Zidan hanya terdiam.
“Eh,
jangan gitu! Udah Tio, tidak usah di dengarkan,” bela Faiz.
Zidan
terus saja tertawa dan meledek sepeda Tio dengan sebutan sepeda jadul. Dia lalu
pergi dengan sepeda baru miliknya. Sepeda Zidan memang terlihat keren. Tak
seperti sepeda milik Tio yang terlihat lawas. Ya, sepeda ontel milik Tio memang
keluaran lama. Sepeda itu Kakek miliki sejak masih kecil. Tentu sudah puluhan
tahun umurnya. Lebih tua dari umur Tio.
Hari
ini mau tak mau Tio harus pulang jalan kaki dari sekolahnya sambil menuntun
sepedanya. Tak ada bengkel dekat sekolahnya. Lagi pula Bapak bisa
membetulkannya.
Di
rumah, Tio terus menekuk wajahnya. Bapak yang melihatnya bertanya. Tio
memberanikan diri meminta sepeda baru pada Bapak. Tapi Bapak beralasan tak
punya uang. Tio menyarankan agar sepeda ontel miliknya dijual dan uangnya untuk
membeli sepeda baru.
“Maafkan
Bapak, Tio. Sepeda ontel itu tak akan pernah bisa Bapak jual,” ujar Bapak. Mata
Bapak menerawang jauh ke depan. Bapak menjelaskan kisah dibalik sepeda ontel
Kakek.
⃰ ⃰
⃰
Siang
sepulang sekolah, gantian Zidan yang memandangi sepedanya di parkiran. Mukanya
terlihat panik. Beberapa temannya mengelilingi Zidan.
Tio
dan Faiz yang akan pulang berhenti. Mereka turun dari sepedanya dan melihat apa
yang terjadi. Rupanya ban sepeda Zidan bocor.
Tio
menawarkan diri mengantar Zidan pulang. Kebetulan rumah mereka searah. Dan
sepeda ontel milik Tio ada boncengannya. Tak seperti sepeda milik
teman-temannya yang lain.
“Tio,
apa kamu yakin bisa? Sepeda kamu, kan, besar!” kata Faiz.
“Iya,
bisa. Aku sudah pernah, kok, boncengin sepupuku dulu pas liburan,” balas Tio
mantap.
Awalnya
Zidan sedikit ragu, tapi akhirnya dia mau membonceng Tio. Sementara sepeda
milik Zidan dititipkan di Pak Kebon
sekolahnya.
Diperjalanan,
Zidan dan Tio merasa canggung. Maklum, mereka tak begitu akrab. Tapi, tak
berapa lama kemudian, Tio berhasil mencairkan suasana lewat cerita sepeda
ontelnya. Ya, kisah dibalik sepeda ontel miliknya yang kemarin diceritakan Bapak.
Sepeda
ontel milik Kakek sangat berjasa untuk Bapak. Berkat sepeda ontel itu, Bapak
tetap semangat melanjutkan sekolah. Bapak menggunakan sepeda itu untuk
berangkat ke sekolahnya. Di saat teman-temannya yang lain banyak yang putus
sekolah karena jarak sekolah terlalu jauh.
Sepeda
ontel itu menyimpan banyak kenangn antara Bapak dan Kakek. Bapak sering ke
sawah dibonceng Kakek dengan sepeda ontel itu. Kakek selalu menceritakan
kisah-kisah perjuangan yang membuat bapak tetap semangat.
“Kata
Bapakku, sepeda ontel ini menyimpan banyak kenangan dan bisa membuat Bapak
semangat saat melihatnya,” cerita Tio.
“Satu
lagi. Bukan terlihat bagus atau tidaknya sepeda, tapi yang penting fungsinya, “
tambah Tio menirukan kata-kata Bapak. Penjelasan Bapak kemarin membuat Tio tak
malu lagi dengan sepeda ontelnya.
“Benar
juga kata Bapakmu. Buktinya sepedaku. Terlihat bagus, tapi sekarang tidak bisa
dipakai! Maaf ya, Tio, kemarin sudah mengejek sepedamu,” ucap Zidan.
Tak
terasa mereka sudah sampai di depan rumah Zidan. Tio senang bisa membantu.
Zidan sangat berterima kasih pada Tio. Kalau tak ada Tio, dia mungkin harus
berjalan kaki sampai rumah.
Tio
segera melanjutkan perjalannannya ke rumah. Hari
ini kau sudah menciptakan kenangan baru, sepeda ontel. Terima kasih, Kakek.
Batin Tio.
Tio
teringat dengan wajah kakeknya yang kini sudah tiada. Bagi Tio dan Bapak,
sepeda ontel pemberian Kakek itu sangat berjasa.
⃰ ⃰
⃰
Cernak di atas adalah naskah asli yang saya kirim ke redaksi Lampost.
Terinspirasi boleh, tapi memplagiat jangan.
No comments:
Post a Comment