Kali ini saya hadir membagikan salah satu cerpen anak saya yang dimuat di Padang Ekspres (Padek). Cernak ini dimuat 4 September 2016. Udah lama ya, hee...
Cernak yang berjudul, 'Pipit dan Jus Wortel' ini terinspirasi dari pengalaman pribadi. Nah, kan, pengalaman yang kita miliki juga bisa dijadikan sebuah tulisan. Tentunya dengan pengembangan-pengembangan. Kaya bikin kue ya, mesti ditambah pengembang, Haha... 😂
Yuk, langsung aja dibaca!
Pipit dan Jus Wortel
Oleh
Lish Adnan
Cernak Pipit dan Jus Wortel |
“Pipit,
nonton TV-nya jangan terlalu dekat!” perintah Ibu. “Kalau terlalu jauh kurang
jelas, Bu,” jawab Pipit. Ibu mendesah dan pergi ke dapur untuk memasak. Pipit
tetap asyik menonton kartun di TV.
Pipit
memang sering menonton TV dengan jarak yang dekat. Ayah dan Ibu sudah sering
menegurnya tapi tak dihiraukannya.
Malam
harinya, Pipit lagi-lagi asyik dengan kegiataannya sampai lupa waktunya makan
malam.
Tok tok tok... Ibu
mengetuk pintu kamar Pipit.
“Iya,
masuk,” sahut Pipit dari balik selimut.
“AAAaarrggh...!”
Ibu berteriak sesaat setelah membuka pintu kamar Pipit.
Pipit
dengan santainya menatap Ibu sambil memegang senter. Ibu mendekati Pipit. Pipit
bangun dari tempat tidurnya. Kini dia duduk berdampingan dengan Ibu.
“Kamu
ini kenapa membaca sambil tiduran? Dibalik selimut. Sambil pegang senter. Terus,
lampunya dimatikan lagi! Ibu, kan, jadi kaget!” protes Ibu.
“Biar
lebih seru, Bu. Ini kan buku misteri.” Pipit menunjuk buku yang tadi dibacanya.
“Baca
sambil tiduran itu nggak baik buat kesehatan mata kamu. Ibu sudah bilang
berkali-kali.”
“Tapi
lebih enak, Bu,” jawab Pipit sambil menyeringai.
Ibu
hanya menggelengkan kepala mendengar jawaban dari Pipit.
***
Bu
Ratna menuliskan sebuah rumus di papan tulis. Semua siswa di kelas menyalinnya
ke buku catatan. Tapi Pipit hanya memandangi papan tulis. Dia memicingkan
matanya berkali-kali. Tulisan di papan tulisan terlihat tak jelas. Akhirnya Pipit
melihat buku catatan milik Dewi, teman sebangkunya.
Rupanya
tak hanya tulisan Bu Ratna yang tak jelas, tulisan Pak Joko juga tak jelas bagi
Pipit. Pipit lagi-lagi memicingkan matanya. Dia masih bisa membacanya sedikit.
Dua hari berturut-turut tulisan di papan tulis terlihat kabur.
“Kenapa
tulisannya berbayang, yah?!” gumam Pipit.
Pipit
merasa tak nyaman dengan keadaan tersebut.
***
“Pokoknya, Aku tidak mau minum jus wortel!” teriak Pipit sambil memalingkan
wajahnya dari jus wortel yang tergeletak di meja.
“Itu, kan, saran dari dokter, biar mata kamu cepat sembuh,” bujuk Ibu.
Pipit hanya terdiam. Dia jelas masih ingat kata-kata dokter yang
menyarankan minum jus wortel setiap hari. Menurut dokter, mata Pipit mengalami
kelelahan akibat dari kebiasaan buruknya setiap hari. Jika tidak segera
ditangani, Pipit bisa mengalami mata minus.
***
“Aku tidak mau!” teriak Putri.
“Tapi kau harus meminum sari-sariku agar dapat melihat lagi,” sebuah wortel
mengejar Putri yang berlari tak tentu arah. Sepertinya Putri tak dapat melihat
apa-apa.
Pipit iba melihat keadaan sang Putri. Dia kenal betul dengan Putri dari
buku yang sering dibacanya.
Tiba-tiba Putri berdiri di belakang Pipit. Putri meminta perlindungan dari
Pipit. Dia memegangi bahu Pipit.
“Jangan paksa aku! Aku tak suka dengan sari-sarimu,” kata Putri.
“Iya, benar. Jangan paksa Putri,” bela Pipit.
“Aku hanya ingin Putri dapat melihat lagi. Jadi, Putri bisa melihat
bunga-bunga indah yang berwarna-warni. Melihat indahnya langit yang cerah,” jelas
wortel.
Pipit berpikir sejenak kemudian berkata, “Apa yang dia katakan ada benarnya
juga, Putri. Aku juga ingin kau bisa melihat lagi.”
Putri
terdiam. Perlahan Putri melepaskan bahu Pipit dan berdiri disampingnya. “Haruskahh
aku meminum sari-sarimu?” tanya Putri.
Wortel menangangguk kencang. Putri diam saja. Ah, Pipit ingat, Putri tak
bisa melihat.
“Tentu saja, Putri,” kata Pipit dengan tegas.
“Baiklah, aku akan meminumnya.”
Sesaat setelah meminum sari-sari wortel, mata Putri mulai bisa melihat
lagi.
Pipit teringat dengan pesan dokter dan jus wortel buatan Ibu. Tak lama
kemudian, dia terbangun dari tidurnya. Mengucek matanya. Lalu Pipit berjalan
menuju kulkas. Dia segera meminum jus wortel yang dibuat Ibu.
Ibu heran dengan apa yang baru saja dilihatnya.
“Ibu tidak salah lihat, kan? Tadi kamu minum jus wortelnya?” Ibu bertanya
pada Pipit.
“Iya, Bu. Aku masih ingin melihat bunga yang berwarna-warni. Tidak enak
juga lihat tulisan berbayang di papan tulis,” jawab Pipit.
Ibu tersenyum bangga mendengar penjelasan Pipit. Meski masih bingung kenapa
tiba-tiba Pipit berpikir seperti itu. Ah,
sudahlah yang penting anakku mau minum jus wortelnya. Pikir Ibu.
Sejak saat itu, Pipit rajin minum jus wortel dan makan sayur-sayuran. Dia
juga tak lagi melakukan kebiasaan buruknya.
***
Semoga tulisan ini bisa bermanfaat.
Oh iya, selain dari pengalaman pribadi, ide juga datang darimana saja lho. Kamu bisa baca di Ide Cerita Anak
Sampai jumpa di tulisan berikutnya. 👋
No comments:
Post a Comment